Bacaan : Kejadian Bab 4
Setelah dosa menyebabkan Tuhan menutup pintu bagi Adam dan Hawa dari rumah indah yang telah dibuat-Nya untuk mereka, maka Adam dan Hawa membangun rumah untuk diri mereka sendiri di suatu tempat di luar gerbang taman. Di sini mereka mulai merasakan lebih banyak lagi hukuman yang telah dijatuhkan atas dosa mereka. Adam harus bekerja keras dan lama untuk mendapatkan makanan untuk dirinya sendiri dan untuk Hawa. Tidak diragukan lagi tangan dan kakinya terkadang memar dan tercabik oleh onak dan duri. Hawa juga belajar arti sedih dari kesakitan dan kepedihan. Rumah mereka kini tidak terasa begitu bahagia seperti sebelum dia menuruti anjuran setan si penggoda, dan memilih untuk tidak menaati Tuhan.
Tapi sementara itu Tuhan tetap mencintai Adam dan Hawa. Kita tidak bisa tahu seberapa besar kesedihan-Nya ketika mereka berdosa. Dia tidak lagi bisa berjalan dan berbicara dengan mereka seperti yang Dia lakukan sebelumnya. Sekarang dosa, seperti monster hitam besar, telah masuk dan merusak hubungan mereka, dan di mana dosa tinggal, Allah tidak akan pergi. Tidak diragukan Adam dan Hawa juga menyesal. Mereka tidak lagi dapat memiliki kehadiran Allah di rumah mereka karena dosa telah mengikat dirinya di dalam hati mereka.
Tetapi karena Tuhan masih mencintai mereka, dia memberi Adam dan Hawa janji seorang Juru Selamat. Dan karena mereka percaya akan janji itu, harapan datang ke dalam hati mereka lagi. Meskipun mereka tidak dapat berbicara kepada Tuhan seperti yang mereka lakukan di rumah kebun mereka dahulu, sekarang mereka mengaku dosa mereka kepada-Nya, dan tampaknya mereka membawa hadiah yang dipersembahkan di atas mezbah. Altar-altar ini mereka bangun dengan menumpuk batu atau tanah, membuat atap yang rata, dan menempatkan di atasnya beberapa kayu, semuanya dipotong dan siap untuk dibakar. Selanjutnya mereka meletakkan persembahannya di atas kayu itu, lalu membakar kayu itu, dan korban bakarannya.
Adam dan Hawa pasti merasa kesepian, tanpa teman di dunia yang luas ini. Tetapi Tuhan merencanakan bahwa seharusnya ada lebih banyak orang, dan suatu hari dia memberi Adam dan Hawa anak kecil – bayi laki-laki. Bayi ini mereka beri nama Kain. Betapa mereka pasti mencintainya! Dan setelah beberapa waktu kemudian Tuhan memberi mereka anak laki-laki lagi, dan mereka menamainya Habel.
Ketika Kain dan adik lelakinya Habel tumbuh cukup dewasa untuk mengerti, Adam dan Hawa memberi tahu mereka tentang Allah yang agung, dan bagaimana mereka sendiri telah berdosa terhada Tuhan sebelum Kain dan Habel dilahirkan. Mereka ingin putra-putra mereka mencintai Tuhan dan berusaha menyenangkan-Nya. Namun sayang! Dosa, seperti benih kecil, sudah terkubur di dalam hati anak-anak lelaki kecil ini, membuat mereka berpikiran nakal, atau mengucapkan kata-kata tidak baik, atau melakukan perbuatan salah, sama seperti anak laki-laki dan perempuan kecil yang tergoda untuk melakukannya dewasa ini. Habel ingin menyenangkan Tuhan dan dia menyesal karena dia berdosa; tetapi Kain membiarkan benih dosa kecil itu tumbuh dan terus bertumbuh sampai hatinya menjadi sangat jahat.
Pada saat itu Kain dan Habel menjadi laki-laki, seperti Adam, dan Kain bekerja di ladang untuk memelihara gandum dan buah-buahan, sementara Habel merawat kawanan domba. Kedua bersaudara ini membangun mezbah, di mana mereka memberikan persembahan kepada Allah, seperti yang dilakukan orang tua mereka. Kain membawa buah-buah sebagai persembahannya dari ladang tempat ia bekerja, dan Habel membawa seekor domba gemuk. Namun persembahan Kain tidak menyenangkan Tuhan. Ketika dia melihat bahwa Allah tidak senang, dia menjadi sangat marah. Tuhan berbicara kepadanya. Dia memperingatkan dia tentang bahaya yang mungkin terjadi jika dia harus terus marah alih-alih menyesal atas dosanya. Tetapi Kain tidak mau mendengarkan; dia tidak menyesal atas dosanya itu.
Habel percaya janji yang diberikan Tuhan kepada orang tuanya, dan ketika dia menawarkan hadiahnya dia berdoa dan meminta Tuhan untuk mengampuni dosa-dosanya. Tuhan senang dengan persembahan Habel.
Suatu hari ketika dua bersaudara itu sedang bersama di ladang, Kain bertengkar dengan Habel. Kita tahu bahwa tidak ada hal baik yang dapat terjadi di dalam setiap pertengkaran, karena bertengkar adalah hal yang sangat salah. Pertengkaran inipun berakhir dengan sangat mengerikan. Kain menjadi sangat marah dengan Habel sehingga dia membunuhnya. Suatu perbuatan yang mengerikan!
Tuhan berbicara lagi kepada Kain, dan bertanya, “Di mana Abel, saudaramu?”
Kain menjawab, “Aku tidak tahu. Apakah aku penjaga adikku?”
Kain yang jahat tidak tahu bahwa Allah telah melihat semua yang dia lakukan. Dan sekarang sebagai hukuman, Tuhan memberi tahu Kain bahwa ia harus meninggalkan rumahnya untuk selamanya.
Akhirnya Kain merasa menyesal, tetapi ia menyesal hanya karena ia harus dihukum karena dosanya. Dia pikir Tuhan menghukumnya lebih dari yang bisa dia tanggung. Kemudian Allah memberi tanda kepadanya supaya semua orang dapat melihat, dan dengan tanda itu mereka akan tahu bahwa Allah tidak ingin mereka membunuh Kain.
Setelah itu Kain mengembara jauh ke tanah yang disebut Nod. Di sana ia hidup bertahun-tahun.
Sedangkan Adam dan Hawa masih hidup lama, dan Tuhan memberi mereka anak-anak lain selain Kain dan Habel. Kemudian tibalah saatnya ketika tubuh mereka menjadi lemah dengan bertambahnya usia dan mereka mati, seperti yang Tuhan katakan sebelumnya ketika mereka memakan buah terlarang.