SMALL FLORETS

Wanita Tua dan Supir Taksi

Dua tahun Titus bekerja sebagai sopir taksi daring sejak kedua orang tuanya meninggal. Suatu kali ia harus menjemput penumpang saat tengah malam. Ketika tiba di alamat yang dituju, rumah itu kecil dan gelap, kecuali lampu menyala di dekat jendela.

Di sampingnya ada proyek pembanguan gedung baru. Dalam keadaan tidak jelas seperti itu banyak sopir daring akan menunggu selama beberapa menit, akhirnya membatalkan penjemputan. Tetapi Titus berpikir si penumpang mungkin membutuhkan bantuannya. Ia keluar dari mobil dan mengetuk pintu. Terdengar suara lemah seorang wanita tua: “Tunggu sebentar”. Pintu terbuka, wanita tua berusia 70-an keluar mengenakan baju rapi dan menjinjing koper kecil. Tak ada seorangpun yang menemani.

Titus mengambil koper, membantu wanita tua berjalan menuju mobil. “Terima kasih atas kebaikan Anda,” katanya. “Sama-sama bu. Saya hanya berusaha memperlakukan penumpang seperti saya ingin ibu saya diperlakukan,” jawab Titus. Mereka saling memperkenalkan diri.

Titus memastikan alamat tujuan. “Ke Panti Wreda Santo Yosep bu?” “Ya benar, saya nanti membayar tunai,” jawab si ibu. “Baik bu. Lokasi panti wreda cukup jauh. Dalam satu jam akan sampai di tujuan,” lanjut Titus. “Saya tahu, tetapi tidak perlu terburu-buru. Saya tidak punya keluarga lagi”. Titus melihat air mata di sudut mata wanita tua itu. “Rumah yang Anda lihat tadi sudah dibeli murah oleh pengembang dan uangnya saya gunakan untuk hidup di panti wreda.”

Titus diam-diam menekan tombol ‘Batal’ di aplikasi taksi daring. Saat melaju melewati kota, wanita tua itu menunjukkan tempat-tempat yang penting baginya. Rumah sakit tempat ia pernah bekerja sebagai perawat, rumah tempat ia dan suaminya tinggal setelah menikah, dan taman tempat ia dan teman-temannya rekreasi saat masih muda.

Tiba di panti wreda, dua orang perawat sudah menunggu. Titus mengambil koper wanita itu, sementara perawat mendudukkannya di kursi roda. “Hampir lupa, berapa biayanya?,” tanyanya. “Tidak usah bu,” jawab Titus. “Tapi kan Anda harus mencari nafkah,” lanjut wanita itu. “Nanti ada penumpang lain bu,” jawab Titus dan menyalaminya. “Terima kasih telah mengantarkan saya,” lanjut wanita tua itu sambil tersenyum.

Hari itu Titus tidak mengambil penumpang lagi. Dia hanya menyetir tanpa tujuan, tenggelam dalam pikiran tentang wanita tua itu. Bagaimana jika dia mendapatkan sopir yang mudah marah atau acuh tak acuh, tidak sabar kepada penumpang? Bagi Titus, perjalanan mengantarkan wanita tua itu ke panti wreda adalah momen istimewa yang pernah dia alami dalam hidup.

***

Sering kita  mencari momen yang hebat, tetapi terkadang momen itu tidak disadari hadir di hadapan. Dia terbungkus dalam sesuatu yang mungkin dianggap tidak istimewa. Bagai air pasang menghanyutkan pasir pantai sambil membawa ‘harta karun’ dari pantai yang jauh, hidup juga seperti itu. Terkadang kita kehilangan, tapi terkadang kita mendapatkan. Kenangan kita surut dan mengalir, tetapi cinta harus  konstan. Begitu pula seharusnya relasi dengan orang tua – dilandasi kasih yang konstan. Nikmatilah momen istimewamu bersama orang tua.

Anda mungkin juga suka...